Thursday, June 27, 2013

Keran Dispenser

Menuangkan pikiran dan perasaan ke dalam sebuah perkataan  itu nggak semudah menuangkan air ke dalam gelas dan membuat gelas itu penuh tanpa harus membuatnya tumpah. Takaran air itu harus pas dan akhirnya melegakan suatu kehausan.

Berbeda dengan menuangkan pikiran dan perasaan ke dalam suatu perkataan,  begitu pula  perkataan yang tertuang dalam sebuah tulisan. Tidak seperti air dalam gelas tersebut, terkadang perkataan yang mengungkapkan perasaan dan pikiran itu terlalu banyak sehingga akhirnya tumpah. Tumpahan itu akan membasahi sekitarnya , juga tidak akan menambah kelegaan kepada orang yang kehausan.

Biar nggak tumpeh-tumpeh, selayaknya saat kita menuangkan air dari dispenser ke dalam gelas kita, ada baiknya menyisakan sedikit ruang, agar gelas itu tidak terlalu penuh dan tidak tumpah. Menekan keran dispenser tersebut dan mengamati ketinggian air kemudian melepaskan keran dispenser tersebut di saat yang tepat.

Aku mengamati ketinggian air itu, jangan sampai terlalu penuh dan jangan sampai tumpah. Tapi aku juga meyakinkan diriku , bahwa air tersebut cukup untuk melegakan segala kehausanku.

Ruang yanng tersisa akan memberikan tempat untuk bubuk susu yang memberikan aku energi. Bubuk kopi yang menghilangkan kantuk. Teh celup yang menenangkan. Juga gula yang akan menemani bubuk-bubuk tersebut untuk bersama-sama larut di dalam air.

Gelasku yang datar , bubuk kopi, bubuk susu, dan teh celup, juga gula ku yang terlarut dalam air. Terbawa setiap kehausan dalam setiap adukan. Terteguk setiap larutan yang berakhir kelegaan.


Monday, June 24, 2013

Mengitari Bulan

Jika pagi ini pembicaraanku tak berarah,
Malam ini mataku tertuju pada satu arah.
Sebundar bulan bertengger dengan indah,
Meskipun suasana malam ini sedikit gerah.

Kata ibuku, bulan penuh, identik dengan udara dingin.
Tapi malam ini lain.
Apa yang dikatakan orang lain memang belum tentu benar
Tapi apa yang dilihat hati dan apa yang mata dengar.

Malam ini sang bulan sangat sombong
Cahayanya sangat terang
Sampai kakiku tak kuasa untuk tak melangkah ke teras depan
Aku hanya terdiam memandangi keindahannya.

Seakan awan-awan yang membingkainya
Melindunginya dari serangan para penghuni angkasa
Awan itu tidak mendekapnya,tidak juga memeluknya
Awan itu berdiri agak jauh, tapi dia sangat yakin dapat membentengi ratunya

Dasar,
Sang awan tak kalah sombong
Dia lupa bahwa putihnya tertelan hitam
Dan mataharinya digantikan bulan
Sesungguhnya angkuh dirinya telah ditaklukkan

Sang awan mengitari rembulan dari kejauhan
Dia cukup tau kapan waktu yang tepat untuk mendekat.
Untuk kemudian dapat melebur dengan sang bulan
Dan menciptakan keindahan yang hampir sempurna.


Sunday, June 23, 2013

Pembicaraan Tak Berarah

Sebelumnya, aku ingin meminta maaf, karena mungkin pembicaraan ini tanpa arah.
Tapi jangan buru-buru beranjak, karena ini bukan luapan amarah.

Hari ini aku berbincang dengan santai, dengan melupakan segala beban di hati dan pikiran.
Tertawa lepas, dengan melupakan bahwa sebenarnya sebuah senyuman pun masih tertahan.

Sekali lagi aku berbicara tanpa arah, dan hati ini sangat lega.
Mungkin di dalam tangisku yang dalam, meletup beberapa tawa.

Aku berjalan, dada ini sesak.
Sudah kubilang jangan berbalik, mengapa terus mendesak?

Disini, ada dua kutub magnet yang saling bertolakan.
Tapi apa yang seharusnya bertolak-tolakan, justru bertarik-tarikan.

Tuhan, Yang Maha membolak-balikkan hati.
Kali ini aku sungguh memohon dengan bakti.

Tuhan, Yang Maha mengetahui, maaf jika pembicaraan ini kurang khusyuk.
Maaf jika kali ini.. Oh bukan kali ini saja... Hambamu ini merasa tertusuk.

Bukan memohon hati yang mengampuni,  kumohonkan hati yang tenang.
Si hati tenang akan memenangkan segala kegelisahan dan hal-hal  yang terkenang.

Awalnya kubilang, ini tanpa arah. Mengapa akhirnya terarah?

Bodoh. Karena yang tak terarah sekalipun, akhirnya berarah.

Wednesday, June 19, 2013

Cerita si Jentik



Memicing tajam si bulu mata lentik
Mengintip dibalik kacamata antik
Tertuju pada kotak plastik
Tak berkutik

Tak perlu berbisik, apalagi memekik
Jemari tertancap pada seonggok mesin tik
Melantunkan tutur kata nan apik
Namun penuh intrik

Si jentik
Parasnya tak terlalu cantik
Tapi sosoknya begitu menarik
Pemikirannya menggelitik
Mimpi-mimpinya begitu menukik

Si jentik begitu asik
Merangkai untaian lirik
Lirik-lirik tanpa iringan musik
Senar gitar usang tak pernah dipetik

Si jentik terlalu baik
Melupakan si hati licik
Tersenyum pada si picik
Bukan, bukan munafik

Jentik,
Menarilah dibawah hujan rintik
Sampai matahari sekonyong-konyong melirik
Meretas indahnya titik
Tanpa harus berbalik
(Fira Nathania)






Tuesday, June 18, 2013

Sekelibat Kilat

Hujan..
Bukan datang secara tiba-tiba
Kilat datang mendahului
Petir menyambar-nyambar

Kilat..
Hanya datang sekejap
Mungkin mengejutkan, tapi hanya sesaat
Setelah pergi tidak akan diingat
Yang terlihat setelahnya hanyalah hujan

Tapi, Kilat itu sesekali datang mengiringi hujan
Supaya bukan hanya awan gelap yang menggelayut
Agar sedikit berwarna, keabuan itu

Hujan.. Kenalkah kau pada kilat?
Akrabkah engkau?
Sadarkah engaku akan keberadaannya?

Bahkan ketika engkau berhenti
Dan awanmu memutih
Engkau akan sama sekali melupakannya

Kilat bukan jahat, kilat hanya sekelibat
Kilat tak bermaksud mengancam
Sesungguhnya dia yang terancam

Kini kilat hanya lewat
Dan tak perlu diingat